Berhak Marahkah Aku?
Baru punya jenggot aja, udah banyak orang yang ngeledek. Dikatain sok alim lah, teroris lah, bahkan ada yang tega mengatai bahwa aku mirip kambing - hanya gara-gara aku punya jenggot -. Kalau ditanya kenapa harus miara jenggot, maka dengan simple kujawab untuk ibadah, sedikit mencontoh sunnah Rasulullah SAW, abisnya dari begitu banyak sunnah Rasulullah SAW, baru yang beginian yang aku sanggup menjalankannya. Eh, malah dibilang sok - sok an. Masak aku harus ngejawab biar mirip Zeus hehehe. Dan gilanya lagi, yang melancarkan ledekan seperti itu adalah sesama muslim. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang wajib / sunnah / mubah nya memelihara jenggot di kalangan kaum muslim, kan belum ada peraturan atau norma atau pranata yang melarang kita untuk memelihara jenggot, trus kenapa orang-orang itu pada sirik gitu melihat aku pake jenggot? Itu kan hak bagi tiap orang untuk mengekspresikan diri atau bahkan mengekspresikan kepercayaannya. Coba aja ledek orang budha yang pake jubah dan dicukur gundul kepalanya. Identitas keagamaan sebagai manifestasi hubungan manusia dengan Tuhan mestinya harus dilindungi oleh negara, selama manifestasi itu tidak mengancam pemeluk agama lain dan bisa membahayakan manusia. Kenapa toleransi di negeri ini begitu memudar. Jangankan antar umat beragama, sesama agama saja terjadi saling ledek seperti ini. Jadi wajar saja kalau terjadi kasus SARA di berbagai daerah.
Bagi beberapa orang, ledekan yang mengatakan muslimin yang berjenggot mirip dengan kambing mungkin bisa sangat berbahaya bagi "stabilitas" negara. Coba aja lontarkan ejekan seperti itu di depan FPI, bisa bikin ribut jakarta deh. Namun untuk sebagian orang, cukup menanggapinya dengan bersabar, toh si peledek itu sesama Saudara muslim kita sendiri, kalau kita sabar mungkin Allah akan lebih mencintai kita, dan kita do'akan semoga si peledek segera menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu adalah bukan hanya menghina si empunya jenggot, tapi juga meledek sunnaah Rasulullah SAW yang berarti juga meledek Allah.
Dalam perjalanan pulang dari kantor, aku benar-benar berfikir tentang apa sebabnya ledekan itu sempat terlontar dari mulut rekan kerjaku yang sesama muslim. Haruskah aku marah dan menunjukkan beberapa hadits tentang sunnah berjenggot? Lama aku berfikir dan aku menarik beberapa kesimpulan. Pertama adalah fobia akan terorisme; kebanyakan teroris memakai jenggot, dan mungkin dalam alam bawah sadar mereka sebenarnya sudah terbentuk rasa takut itu dan termanifestasi dalam ledekan. Kedua, ketakutan akan hilangnya nilai; selama ini lelaki yang baik dan "ganteng" (terutama dalam masyarakat industri) adalah lelaki yang klimis nggak berjenggot, nggak berkumis dan berambut cepak serta berpakaian rapi. Jadi lelaki yang berjenggot dianggap gak ubahnya punkers yang pake tato, piercing, dan mohawk hairstyle, harus dijauhi karena gak umum. Ketiga, ego kultural; merasa bahwa budaya yang dipunyainya adalah yang terbaik dan menampik budaya lain yang tidak sesuai dengan budayanya, pernah dengar ungkapan"islam yang njawani atau jawa yang islami" kan?. Keempat iseng sekedar fenomena, gak perlu ada sebab atau akibat.
What ever lah... walaupun dalam hati aku sempat marah dan tak bisa menerima perlakuan mereka, tapi sesampai di rumah aku ngerti bahwa itulah resiko hidup yang mesti dijalani, jangan cuma menggerutu tapi segera ambil sikap, dan aku memilih untuk membiarkannya berlalu, dan menyerahkan kepada Sang Penguasa Waktu untuk menunjukkan kebenaran kepada si peledek itu. Don't angry, be happy!
<< Home