Nikmatnya (Teman) di Rumah
Bangun tidur mencoba menyambangi masjid, berbincang dengan anak-anak muda yang jauh meninggalkan rumahnya dan memutuskan untuk mengurus masjid itu, sebuah masjid di depan rumah, wakaf dari kakekku. Ahh mereka yang dari jauh saja mau untuk memakmurkan rumah Allah ini, tetapi aku yang dibesarkan disana, jarang sekali ruku' dan sujud di dalamnya. Mencoba berbincang dengan anak-anak muda yang mungkin menurut kebanyakan orang adalah penganut Islam garis keras, namun saat berbincang tentang terorisme, mereka jelas menganggap hal itu haram hukumnya. Bahkan untuk mendemo pemimpin yang muslim pun haram hukumnya. Jika punya kuasa, ingatkan kesalahan para pemimpin itu melalui cara yang lembut dan sopan, dan jika tidak bisa maka bersabarlah.
Ketemu A'an yang ternyata udah punya istri, dan Hendra dengan juniornya, mengingat masa kecil dulu, ternyata teman-teman waktu kecil sekarang semuanya udah menikah, dan aku masih jomblo juga. Ketemu Koko yang mulai sibuk dengan bisnis konveksinya. Juga beberapa sepupu yang memang sore itu pada berduyun-duyun ke masjid untuk bayar zakat fitri. Pada ngajakin maen basket, wah ndribel aja kayaknya udah gak bisa deh.
---+++---
Sempat maen ke tempat Dwi yang sibuk mengurus tangis Aisyah, juga Andi yang tak sabar menjemput mbak Yuli untuk meneruskan bulan madu yang sempat terhenti. Setelah lebaran, sempat maen ke rumah Rifki, alhamdulillah, dia makin baik aja. Trus ketemu Ervin, Godril, Babe dan Birin. Semuanya ngumpul di rumah Soni. Trus pada ngumpul juga di rumahku, wah kedatangan tamu jauh dari Malinau (Akhid), juga Adi, Bambang dan Rizky "bulus" Rahmatama. Juga maen ke tempat Ary Kus, yang ranking satu terus-menerus di SMA dulu, dia juga udah punya anak. Sayang gak sempat nengok Dian yang sakit dan Tyas yang juga baru punya momongan.
---+++---
Enaknya bisa ngobrol hal-hal di luar pekerjaan dan rutinitas keseharian. Enaknya ketemu teman-teman di rumah, memang masa lalu walaupun kadang pahit, selalu menyeret kita untuk mengenangnya. Membawa tawa, sedih, bahagia, malu, haru dan tangis yang bagaikan tukang ukir, membentuk jati diri kita menjadi yang sekarang ini. Mengenang masa lalu, mungkin mampu membantu kita untuk memahami, kenapa kita seperti sekarang ini.
Sebelum balik ke jakarta, aku sempat memainkan gitar pecah dengan satu senar yang sudah putus. Gitar yang meskipun udah reot, tapi menyumbang banyak hal kepada hidupku. Dan saat Teluk Tomini hampir selesai kulantunkan, satu senar putus lagi. Seperti teman, kadang tidak bisa memberikan yang terbaik sesuai harapan kita, tapi mereka mau menemani dan menyenangkan kita.
<< Home