Thursday, May 29, 2008

NEED ANOTHER WALUYO

Ditengah pesimisme bahwa masih ada pejabat di negeri ini yang masih menjunjung nilai-nilai etika, seorang Direktur BUMN besar di negeri ini memberiku inspirasi dan contoh bahwa masih banyak orang di luar sana yang tidak brengsek. Jadi jangan takut untuk menjadi jujur, karena kita tidak sendirian, karena di luar sana banyak juga yang sedang bergerak agar bangsa ini mengalami kebankrutan.

Ceritanya, aku mengundang Direktur tersebut untuk menjadi pembicara dalam satu acara yang diselenggarakan oleh kantorku. Memang acaranya sangat erat hubungannya dengan penegakan nilai-nilai etika dalam bisnis. Dan setelah acara selesai, layaknya pembicara lainnya kami merencanakan untuk membayar beliau dengan sejumlah uang (sekitar 4 kali gaji bulananku) karena expertise dan pelajaran yang telah beliau berikan kepada kami. Tapi di luar dugaan, beliau menolak uang tersebut, karena merasa tidak etis kalau menerima. Secara hukum jelas itu legal karena wajar jika orang menjadi pembicara kemudian mendapat honor. Tapi menurut beliau itu tidak etis. Dan aku terbengong saja, dimana tidak etisnya ?

Sebuah literatur memberiku sedikit pemahaman tentang etika bisnis. Setidaknya ada lima pertannyaan yang bisa digunakan untuk mengukur apakah tindakan kita dianggap etis dalam bisnis, dan jurinya cukup kita. Pertanyaan pertama, apakah tindakan kita itu legal ? Kedua, apakah tindakan itu tidak merugikan perusahaan ? Ketiga, apakah "pelanggan", rekanan, rekan kerja, teman, anak-istri kira-kira setuju dengan tindakan kita itu ? Keempat, apakah esok hari kira-kira kita akan senang dan tenang karena tindakan yang telah kita lakukan itu ? Terakhir, apakah kita tidak malu jika tindakan kita itu disiarkan di televisi ? Jika semua jawabannya "ya", maka bisa diambil kesimpulan bahwa kita berada pada jalur yang benar dan etis.

Oooh, ternyata ada salah satu dari lima pertannyaan itu, yang membuat pak Direktur tidak nyaman, sehingga dia memutuskan bahwa menerima honor yang kutawarkan tidaklah etis. Andai ada banyak pejabat yang masih memegang etika sebagai salah satu penuntut hidupnya. Celakanya, masih banyak yang berbangga karena mencelakakan rakyat.

Oh God, forgive us!