Pencuri di Kebun Bunga Kami
Sesaat setelah suara lirih dari greenhouse itu mampir ke telinganya, Harnanto yang sedang tertidur pulas seketika terbangun dan segera keluar dari sleeping bag-nya. Dengan sedikit ragu, diraihnya sebuah golok dan perlahan dia berdiri di atas bale-bale di serambi gubug itu. "Lek Kabul bangunlah... Lek Kabul bangunlah, ada pencuri Lek!" teriaknya dengan suara bergetar karena perasaan takut yang memeluk dadanya.
Mendengar teriakan Harnanto, dua pencuri yang sedang asyik mengumpulkan puluhan batang aglonema itu tersentak, dan kontan berlari keluar dari greenhouse. Harnanto yang masih diselimuti rasa takut mundur beberapa langkah ke belakang saat melihat pencuri itu berlari keluar dari greenhouse dan menuju ke arahnya. Tangannya semakin bergetar memegang erat golok yang terasa begitu berat. Langkah mundurnya terhenti ketika tubuhnya membentur seorang lelaki kecil berjambang lebat. Kehadiran Kabul membuat hati Harnanto sedikit lega.
Mendengar teriakan Harnanto, dua pencuri yang sedang asyik mengumpulkan puluhan batang aglonema itu tersentak, dan kontan berlari keluar dari greenhouse. Harnanto yang masih diselimuti rasa takut mundur beberapa langkah ke belakang saat melihat pencuri itu berlari keluar dari greenhouse dan menuju ke arahnya. Tangannya semakin bergetar memegang erat golok yang terasa begitu berat. Langkah mundurnya terhenti ketika tubuhnya membentur seorang lelaki kecil berjambang lebat. Kehadiran Kabul membuat hati Harnanto sedikit lega.
Mereka berdua hanya bengong saja saat menyaksikan dua pencuri itu berbalik arah dengan tiba-tiba menuju tembok pagar untuk melarikan diri. Bagaikan dikejar setan, dua pencuri itu mengambil langkah seribu, menerjang bunga-bunga euphorbia yang penuh dengan duri, menjungkalkan pot-pot bunga yang sengaja diletakkan di atas balok-balok setinggi setengah meter. Dibredelnya pagar anyaman bambu dan tembok setinggi satu setengah meterpun mereka lompati dengan mudah.
Sesaat setelah pencuri itu hilang dari pandangan, Harnanto dan Kabul baru tersadar dan mencoba untuk mengejar mereka. Tapi, langkah pencuri itu terlalu cepat dan sudah tak mungkin diketahui jejaknya.
.......
Jam 03.30, bel rumah kami berbunyi, aku terbangun mendapati Harnanto dengan badan gemetaran menceritakan semua kejadian itu. Aku pun segera menuju kebun, mendapati puluhan pot berserakan dan puluhan aglaonema sudah ditata rapi dalam sebuah baskom untuk dibawa lari pencuri. Sesaat kemudian mas Budi datang, dengan tenang dia kumpulkan pot yang berserakan, mengumpulkan media tanah yang berhamburan dan menanam kembali aglaonema yang telah tercerabut dari potnya. Aku hanya bisa memandangi mas Budi dengan perasaan campur aduk. Kakak sulungku itu lah yang sehari-hari mengurus dan membesarkan kebun bunga ini dengan modal pas-pasan. Aku kagum dengan ketabahannya menjalani hidup. Dan rasanya Tuhan memang telah menggariskan bahwa cobaan-cobaan berat selalu mengiringi hidupnya. Aku menyaksikannya tumbuh dewasa dengan cobaan yang luar biasa, dan semuanya terekam dalam otakku. Dan alhamdulillah, semakin banyak cobaan yang menerpanya, semakin kuat keinginannya untuk menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasulnya. Kejadian malam itu cukup membuatku khawatir akan kelangsungan bisnis bunga kami, tapi bagi mas Budi, mungkin ini hanyalah kerikil kecil dalam jalan terjal kehidupannya.